Sabtu, 14 Januari 2012
Selasa, 29 November 2011
What is Biomechanics?
02.3820 November 2007
What is Biomechanics?
Biomechanics has been defined as the study of the movement of living things using the science of mechanics (Hatze, 1974). Mechanics is a branch of physics that is concerned with the description of motion and how forces create motion. Forces acting on living things can create motion, be a healthy stimulus for growth and development, or overload tissues, causing injury. Biomechanics provides conceptual and mathematical tools that are necessary for understanding how living things move and how kinesiology professionals might improve movement or make movement safer.
Most readers of this book will be majors in departments of Kinesiology, Human Performance, or HPERD (Health, Physical Education, Recreation, and Dance). Kinesiology comes from two Greek verbs that translated literally means “the study of movement.” Most American higher education programs in HPERD now use “kinesiology” in the title of their department because this term has come to be known as the academic area for the study of human movement (Corbin & Eckert, 1990). This change in terminology can be confusing because “kinesiology” is also the title of a foundational course on applied anatomy that was commonly required for a physical education degree in the first half of the twentieth century. This older meaning of kinesiology persists even today, possibly because biomechanics has only recently (since 1970s) become a recognized specialization of scientific study (Atwater, 1980; Wilkerson, 1997).
This book will use the term kinesiology in the modern sense of the whole academic area of the study of human movement.
Since kinesiology majors are pursuing careers focused on improving human movement, you and almost all kinesiology students are required to take at least one course on the biomechanics of human movement. It is a good thing that you are studying biomechanics. Once your friends and family know you are a kinesiology major, you will invariably be asked questions like: should I get one of those new rackets, why does my elbow hurt, or how can I stop my drive from slicing? Does it sometimes seem as if your friends and family have regressed to that preschool age when every other word out of their mouth is “why”? What is truly important about this common experience is that it is a metaphor for the life of a human movement professional.
Professions require formal study of theoretical and specialized knowledge that allows for the reliable solution to problems. This is the traditional meaning of the word “professional,” and it is different than its common use today. Today people refer to professional athletes or painters because people earn a living with these jobs, but I believe that kinesiology careers should strive to be more like true professions such as medicine or law.
People need help in improving human movement and this help requires knowledge of “why” and “how” the human body moves. Since biomechanics gives the kinesiology professional much of the knowledge and many of the skills necessary to answer these “what works?” and “why?” questions, biomechanics is an important science for solving human movement problems. However, biomechanics is but one of many sport and human movement science tools in a kinesiology professional's toolbox.
This text is also based on the philosophy that your biomechanical tools must be combined with tools from other kinesiology sciences to most effectively deal with human movement problems. Figure 1.1a illustrates the typical scientific subdisciplines of kinesiology. These typically are the core sciences all kinesiology majors take in their undergraduate preparations. This overview should not be interpreted to diminish the other academic subdisciplines common in kinesiology departments like sport history, sport philosophy, dance, and sport administration/management, just to name a few.
The important point is that knowledge from all the subdisciplines must be integrated in professional practice since problems in human movement are multifaceted, with many interrelated factors. For the most part, the human movement problems you face as a kinesiology professional will be like those “trick” questions professors ask on exams: they are complicated by many factors and tend to defy simple, dualistic (black/white) answers. While the application examples discussed in this text will emphasize biomechanical principles, readers should bear in mind that this biomechanical knowledge should be integrated with professional experience and the other subdisciplines of kinesiology. It is this interdisciplinary approach (Figure 1.1b) that is essential to finding the best interventions to help people more effectively and safely. Dotson (1980) suggests that true kinesiology professionals can integrate the many factors that interact to affect movement, while the layman typically looks at things one factor at time.
Unfortunately, this interdisciplinary approach to kinesiology instruction in higher education has been elusive (Harris, 1993). Let's look at some examples of human movement problems where it is particularly important to integrate biomechanical knowledge into the qualitative analysis.
I LOVE U Bulu Tangkis
02.36Denmark Terbuka Kido/Hendra Kalah, 'Merah Putih' Tak Bersisa
Odense - Indonesia tak punya harapan lagi untuk meraih gelar juara di Denmark Terbuka 2011. Satu-satunya wakil yang tersisa, Markis Kido/Hendra Setiawan, gagal ke final usai kalah dari ganda Korea Selatan.
Dalam pertandingan babak semifinal yang berakhir Sabtu (21/10/2011) malam WIB, Kido/Hendra menyerah dari unggulan dua, Jung Jae Sung/Lee Yong Dae dalam duel tiga game.
Kido/Hendra mengawali pertandingan dengan sangat buruk. Di gim pertama, pasangan Indonesia ini tertinggal jauh 2-8 meski mampu merapatkan jarak menjadi 11-13.
Kendati demikian, Jung/Lee berhasil kembali mengambil alih permainan dan berturut-turut mendapat delapan poin untuk menutupnya dengan skor 21-11.
Gim selanjutnya berlangsung ketat dan diwarnai saling kejar mengejar angka. Setelah kedudukan seimbang di skor 12-12, laju Kido/Hendra tak terbendung dan memenangi gim kedua 21-17 untuk memaksakan gim ketiga.
Kendati lawan lebih mendominasi di awal, Kido/Hendra berhasil keluar dari tekanan untuk menyamakan skor 14-14 dan skor sama kuat kembali terjadi di angka 19-19.
Di masa krusial tersebut Kido/Hendra gagal mempertahankan performanya. Dan pengembalian Hendra yang membentur net mengakhiri laga untuk kemenangan Jung/Lee 21-19.
Laga final akan mempertemukan Jung/Lee dengan unggulan teratas Fu Haifeng/Cai Yun yang mengalakan Mathias Boe/Carsten Mogensen 21-13, 21-18.
China masih mendominasi dengan meloloskan enam wakil lainnya dan menciptakan All Chinese Final di nomor ganda putri antara Wang Xiaoli/Yu Yang vs Xu Chen/Ma Jin. Final sesama China juga terjadi di nomor tunggal putri antara Wang Yihan melawan Wang Xin.
Di nomor tunggal putra, China diwakili Chen Long yang akan melawan Lee Chong Wei. Sedangkan juara ganda campuran akan diperebutkan oleh Joachim Fischer Nielsen/Christnia Pedersen melawan Xu Chen/Ma Jin.
Dalam pertandingan babak semifinal yang berakhir Sabtu (21/10/2011) malam WIB, Kido/Hendra menyerah dari unggulan dua, Jung Jae Sung/Lee Yong Dae dalam duel tiga game.
Kido/Hendra mengawali pertandingan dengan sangat buruk. Di gim pertama, pasangan Indonesia ini tertinggal jauh 2-8 meski mampu merapatkan jarak menjadi 11-13.
Kendati demikian, Jung/Lee berhasil kembali mengambil alih permainan dan berturut-turut mendapat delapan poin untuk menutupnya dengan skor 21-11.
Gim selanjutnya berlangsung ketat dan diwarnai saling kejar mengejar angka. Setelah kedudukan seimbang di skor 12-12, laju Kido/Hendra tak terbendung dan memenangi gim kedua 21-17 untuk memaksakan gim ketiga.
Kendati lawan lebih mendominasi di awal, Kido/Hendra berhasil keluar dari tekanan untuk menyamakan skor 14-14 dan skor sama kuat kembali terjadi di angka 19-19.
Di masa krusial tersebut Kido/Hendra gagal mempertahankan performanya. Dan pengembalian Hendra yang membentur net mengakhiri laga untuk kemenangan Jung/Lee 21-19.
Laga final akan mempertemukan Jung/Lee dengan unggulan teratas Fu Haifeng/Cai Yun yang mengalakan Mathias Boe/Carsten Mogensen 21-13, 21-18.
China masih mendominasi dengan meloloskan enam wakil lainnya dan menciptakan All Chinese Final di nomor ganda putri antara Wang Xiaoli/Yu Yang vs Xu Chen/Ma Jin. Final sesama China juga terjadi di nomor tunggal putri antara Wang Yihan melawan Wang Xin.
Di nomor tunggal putra, China diwakili Chen Long yang akan melawan Lee Chong Wei. Sedangkan juara ganda campuran akan diperebutkan oleh Joachim Fischer Nielsen/Christnia Pedersen melawan Xu Chen/Ma Jin.
atlet tampil d acara talk show kick andy
00.58
Dalam rangka memperingati Hari Olahraga Nasional, stasiun televisi Metro TV akan menayangkan acara Talk Show Kick Andy dengan tema “DEMI PRESTASI SANG BUAH HATI”. Acara tersebut ditayangkan dalam dua kali kesempatan yakni hari Jumat tanggal 24 September 2010 pukul 21.30 WIB dan tayang Ulangnya pada hari Minggu, 27 September 2010 pukul 14.30 WIB. Sinopsisnya adalah sbb. :
Bagi sebagian orang, profesi atlet mungkin bukan lagi sebuah pilihan, tapi sejumlah orang tua yang hadir di Kick Andy kali ini telah mengorbankan banyak hal agar sang anak bisa mewujudkan cita-cita menjadi atlet dan prestasinya mendunia.
Pasangan Kiswadi dan Hariyani yang mantan atlet balap motor tingkat local asal Yogyakarta misalnya. Hobi mereka main di sirkuit, secara langsung telah menurun pada putranya, Doni Tata Pradita. Maklum, Pasangan itu sering bermain di sirkuit sambil mengasuh putranya itu. Alhasil umur 9 tahun, Doni sudah merengek minta ikut balapan. “Pertama kali saya balap memakai baju bekas ibu saya,” kenang Doni.
Upaya keras dilakukan pasangan ini agar bisa mewujudkan cita-cita anaknya menjadi pembalap. Usaha bengkel kecil-kecilan kadang tak cukup untuk memodali sebuah event. “Kadang kami harus menggadaikan beberapa barang di rumah, agar Doni bisa ikut lomba,” kata Kiswandi saat tampil di Kick Andy.
Perjuangan tertatih-tatih telah member buah yang manis. Kini Doni sudah menorehkan berbagai prestasi, mulai tingkat daerah,hingga internasional. Prestasi dunianya dimulai dengan gelar pembalap pertama dari Indonesia pada kelas 250 CC, di Grand Prix kejuaraan dunia, tahun 2008 lalu, saat ia berusia 17 tahun.
Keinginannya menjadi juara dunia, terus diasah, melalui latihan fisik dengan motocross. Tahun ini, ada 2 seri kejuaraan tersisa, yakni di China, Oktober mendatang dan di pengujung tahun 2010, Doni akan berlaga lagi di Qatar, pada ajang Asia Super Sport.
Dari Bekasi, ada kisah tentang Irene Kharisma ZSukandar, seorang Grand Master Wanita Internasional, yang lahir dari keluarga pasangan Singgih Yehezkiel dan Cici Ratna Mulya. Pasangan ini rela menjual rumahnya untuk bisa membiayai pelatihan catur anaknya. “Saya sudah tawarkan dan ajak anak saya dalam beberapa kegiatan ektrakurikuler, tapi yang dipilih malah catur,” ujar Singgih.
Prestasi pertama Irene dimulai pada usia 9 tahun, dengan mengikuti kejuaraan nasional dan meraih gelar Master Percasi Wanita, sejak itu berbagai prestasi mulai ditorehkannya. Hingga pada tahun 2008, Irene berhasil meraih Grand Master Wanita Internasional, saat usianya masih 16 tahun.
Demi mendukung prestasi anaknya dalam olahraga catur, Singgih dan isterinya memang tak tanggung-tanggung mendukung baik dalam hal moriil dan material.
Misalnya mereka rela makan seadanya dan mengalah pada menu makanan anaknya yang harus selalu mengandung protein.
Di sisi lain, Singgih yang juga mantan atlet provinsi tenis meja ini, kerapkali menerapkan disiplin tinggi bagi putrinya Irene. Bahkan hingga kini jika Irene kalah bertanding, maka ia harus menerima hukuman berlari keliling lapangan di Gelora Bung Karno Senayan.
Memiliki anak dengan keterbatasan? Mungkin bisa belajar pada orang tua atlet Judo, Krishna Bayu. Ia lahir dari keluarga atlet, lima dari sepuluh saudaranya atlet judo dan ayahnya yang juga pelatih judo, Amin Prambudi. Di Kick Andy, Amin menceritakan bagaimana pengalamannya mengatur pola makan dan latihan bagi anak-anaknya, termasuk bagi Bayu yang memiliki riwayat penyakit epilepsi.
Dalam kondisi demikian, Bayu sudah menorehkan prestasi baik di tingkat nasional dan tingkat internasional. “Saya ingin menunjukkan bahwa kekurangan itu bisa menjadi kekuatan,” ujar Khrisna yang mendapat pelatihan khusus dari sang ayah sejak usia dini.
Bagi Khrisna, tugas seorang atlet di event internasional adalah mengibarkan sang Merah Putih. Sebagai anak bangsa, Ia mewujudkan tanggung jawabnya itu, meski sejak 13 tahun lalu cedera lutut, dan mengalami betis yang sobek pada Sea Games 2009 di Laos. “Saya gak akan setengah-setengah meski kaki saya robek otot saya tapi ga kan mundur, saya tidak akan menyerah,” tegasnya. Alhasil, dalam kondisi demikian, Khrisna bisa merebut medali emas dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Semangat yang membara juga dimiliki oleh Victoria Chandra Tjiong, gadis asal bali yang memiliki prestasi cemerlang di dunia olahraga golf. Gadis berusia 13 tahun ini mampu menembus peringkat ke-7 dunia dalam ranking pegolf internasional di kelompok umurnya. Prestasi hebat ini ia peroleh pada juli 2010 lalu, dalam turnamen optimis junior world champion di Florida, Amerika Serikat.
Perkenalan victoria dengan stick golf, dimulai ketika duduk di bangku kelas IV SD, dimana ia sering mengikuti ayahnya Rudi Chandra yang punya hobi bermain golf. Meski sang ayah cuma pegolf amatir, tapi Rudi da istrinya dengan serius mendukung keinginan anaknya untuk menjadi seorang pegolf professional.
Prestasi Vicky tak hanya pada kelompok umur 13, dalam Indonesia Ladies Open 2008 lalu, Vicky berhasil menyabet Overall Best Nett, sementara di tingkat internasional, dia meraih Best Net II dalam Filipina Ladies Open tahun 2009.
Dari Dunia bulutangkis, ada kisah seorang single parent yang berjuang untuk meng-atletkan dua putranya. Adalah Halimah, yang biasa dipanggil Awan, seorang perempuan single parent yang harus hijrah dari Palembang ke Jakarta, setelah perceraian dengan sang suami.
Halimah kemudian memutuskan untuk membuka usaha sendiri dengan berjualan pempek khas palembang, sementara dua anaknya Frans Kurniawan dan Fernando Kurniawan kemudian dititipkan di rumah sang nenek.
Ketertarikannya pada olahraga ini dimulai saat ia menonton acara olahraga bulu tangkis di televisi. Berawal dari ketertarikan dan didukung dengan upaya keras sang ibu mencari biaya awal sebagai atlet. ”Padahal masa itu nyari uang Rp 150 ribu untuk pendaftaran ikut club saja susah sekali,” kata Halimah.
Kisah susah sudah berubah, karena kini Frans dan Fernando bisa meraih prestasi demi prestasi di bidang bulutangkis, baik di tingkat nasional maupun dunia. Keberhasilan keluarga ini sudah memperlihatkan pada kita, bahwa dengan perjuangan dan kasih sayang, seorang ibu single parent pun, bisa mencetak kedua anaknya menjadi atlit bulutangkis yang mengharumkan bangsa.
Tak jauh dari kisah itu, di dunia badminton ada juga Cerita Febby Angguni, yang sejak kecil punya ketertarikan pada olahraga ini. “Selagi kecil, suka merengek-rengek atau nangis kalo minta raket gak kami kasih,” kenang Merry Martini, sang Ibu.
Melihat bakat anaknya, Sang Ayah, Tony Karel, kemudian mencoba mendaftarkan Feby di beberapa club bulutangkis. Maka gadis kecil itu pun harus sudah sering pisah bersama orang tua sejak usia kelas IV Sekolah Dasar, demi cita-ciatnya menjadi seorang atlet. Prestasi Febby angguni terus menanjak, sejak berkiprah di PB Djarum, baik di kejuaraan nasional dan internasional.
Dalam acara tersebut juga akan ditayangkan cuplikan acara off-air KICK ANDY dalam rangka Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis PB Djarum di Kudus pada tgl. 2 Juli 2010.
Bagi sebagian orang, profesi atlet mungkin bukan lagi sebuah pilihan, tapi sejumlah orang tua yang hadir di Kick Andy kali ini telah mengorbankan banyak hal agar sang anak bisa mewujudkan cita-cita menjadi atlet dan prestasinya mendunia.
Pasangan Kiswadi dan Hariyani yang mantan atlet balap motor tingkat local asal Yogyakarta misalnya. Hobi mereka main di sirkuit, secara langsung telah menurun pada putranya, Doni Tata Pradita. Maklum, Pasangan itu sering bermain di sirkuit sambil mengasuh putranya itu. Alhasil umur 9 tahun, Doni sudah merengek minta ikut balapan. “Pertama kali saya balap memakai baju bekas ibu saya,” kenang Doni.
Upaya keras dilakukan pasangan ini agar bisa mewujudkan cita-cita anaknya menjadi pembalap. Usaha bengkel kecil-kecilan kadang tak cukup untuk memodali sebuah event. “Kadang kami harus menggadaikan beberapa barang di rumah, agar Doni bisa ikut lomba,” kata Kiswandi saat tampil di Kick Andy.
Perjuangan tertatih-tatih telah member buah yang manis. Kini Doni sudah menorehkan berbagai prestasi, mulai tingkat daerah,hingga internasional. Prestasi dunianya dimulai dengan gelar pembalap pertama dari Indonesia pada kelas 250 CC, di Grand Prix kejuaraan dunia, tahun 2008 lalu, saat ia berusia 17 tahun.
Keinginannya menjadi juara dunia, terus diasah, melalui latihan fisik dengan motocross. Tahun ini, ada 2 seri kejuaraan tersisa, yakni di China, Oktober mendatang dan di pengujung tahun 2010, Doni akan berlaga lagi di Qatar, pada ajang Asia Super Sport.
Dari Bekasi, ada kisah tentang Irene Kharisma ZSukandar, seorang Grand Master Wanita Internasional, yang lahir dari keluarga pasangan Singgih Yehezkiel dan Cici Ratna Mulya. Pasangan ini rela menjual rumahnya untuk bisa membiayai pelatihan catur anaknya. “Saya sudah tawarkan dan ajak anak saya dalam beberapa kegiatan ektrakurikuler, tapi yang dipilih malah catur,” ujar Singgih.
Prestasi pertama Irene dimulai pada usia 9 tahun, dengan mengikuti kejuaraan nasional dan meraih gelar Master Percasi Wanita, sejak itu berbagai prestasi mulai ditorehkannya. Hingga pada tahun 2008, Irene berhasil meraih Grand Master Wanita Internasional, saat usianya masih 16 tahun.
Demi mendukung prestasi anaknya dalam olahraga catur, Singgih dan isterinya memang tak tanggung-tanggung mendukung baik dalam hal moriil dan material.
Misalnya mereka rela makan seadanya dan mengalah pada menu makanan anaknya yang harus selalu mengandung protein.
Di sisi lain, Singgih yang juga mantan atlet provinsi tenis meja ini, kerapkali menerapkan disiplin tinggi bagi putrinya Irene. Bahkan hingga kini jika Irene kalah bertanding, maka ia harus menerima hukuman berlari keliling lapangan di Gelora Bung Karno Senayan.
Memiliki anak dengan keterbatasan? Mungkin bisa belajar pada orang tua atlet Judo, Krishna Bayu. Ia lahir dari keluarga atlet, lima dari sepuluh saudaranya atlet judo dan ayahnya yang juga pelatih judo, Amin Prambudi. Di Kick Andy, Amin menceritakan bagaimana pengalamannya mengatur pola makan dan latihan bagi anak-anaknya, termasuk bagi Bayu yang memiliki riwayat penyakit epilepsi.
Dalam kondisi demikian, Bayu sudah menorehkan prestasi baik di tingkat nasional dan tingkat internasional. “Saya ingin menunjukkan bahwa kekurangan itu bisa menjadi kekuatan,” ujar Khrisna yang mendapat pelatihan khusus dari sang ayah sejak usia dini.
Bagi Khrisna, tugas seorang atlet di event internasional adalah mengibarkan sang Merah Putih. Sebagai anak bangsa, Ia mewujudkan tanggung jawabnya itu, meski sejak 13 tahun lalu cedera lutut, dan mengalami betis yang sobek pada Sea Games 2009 di Laos. “Saya gak akan setengah-setengah meski kaki saya robek otot saya tapi ga kan mundur, saya tidak akan menyerah,” tegasnya. Alhasil, dalam kondisi demikian, Khrisna bisa merebut medali emas dan mengibarkan bendera Merah Putih.
Semangat yang membara juga dimiliki oleh Victoria Chandra Tjiong, gadis asal bali yang memiliki prestasi cemerlang di dunia olahraga golf. Gadis berusia 13 tahun ini mampu menembus peringkat ke-7 dunia dalam ranking pegolf internasional di kelompok umurnya. Prestasi hebat ini ia peroleh pada juli 2010 lalu, dalam turnamen optimis junior world champion di Florida, Amerika Serikat.
Perkenalan victoria dengan stick golf, dimulai ketika duduk di bangku kelas IV SD, dimana ia sering mengikuti ayahnya Rudi Chandra yang punya hobi bermain golf. Meski sang ayah cuma pegolf amatir, tapi Rudi da istrinya dengan serius mendukung keinginan anaknya untuk menjadi seorang pegolf professional.
Prestasi Vicky tak hanya pada kelompok umur 13, dalam Indonesia Ladies Open 2008 lalu, Vicky berhasil menyabet Overall Best Nett, sementara di tingkat internasional, dia meraih Best Net II dalam Filipina Ladies Open tahun 2009.
Dari Dunia bulutangkis, ada kisah seorang single parent yang berjuang untuk meng-atletkan dua putranya. Adalah Halimah, yang biasa dipanggil Awan, seorang perempuan single parent yang harus hijrah dari Palembang ke Jakarta, setelah perceraian dengan sang suami.
Halimah kemudian memutuskan untuk membuka usaha sendiri dengan berjualan pempek khas palembang, sementara dua anaknya Frans Kurniawan dan Fernando Kurniawan kemudian dititipkan di rumah sang nenek.
Ketertarikannya pada olahraga ini dimulai saat ia menonton acara olahraga bulu tangkis di televisi. Berawal dari ketertarikan dan didukung dengan upaya keras sang ibu mencari biaya awal sebagai atlet. ”Padahal masa itu nyari uang Rp 150 ribu untuk pendaftaran ikut club saja susah sekali,” kata Halimah.
Kisah susah sudah berubah, karena kini Frans dan Fernando bisa meraih prestasi demi prestasi di bidang bulutangkis, baik di tingkat nasional maupun dunia. Keberhasilan keluarga ini sudah memperlihatkan pada kita, bahwa dengan perjuangan dan kasih sayang, seorang ibu single parent pun, bisa mencetak kedua anaknya menjadi atlit bulutangkis yang mengharumkan bangsa.
Tak jauh dari kisah itu, di dunia badminton ada juga Cerita Febby Angguni, yang sejak kecil punya ketertarikan pada olahraga ini. “Selagi kecil, suka merengek-rengek atau nangis kalo minta raket gak kami kasih,” kenang Merry Martini, sang Ibu.
Melihat bakat anaknya, Sang Ayah, Tony Karel, kemudian mencoba mendaftarkan Feby di beberapa club bulutangkis. Maka gadis kecil itu pun harus sudah sering pisah bersama orang tua sejak usia kelas IV Sekolah Dasar, demi cita-ciatnya menjadi seorang atlet. Prestasi Febby angguni terus menanjak, sejak berkiprah di PB Djarum, baik di kejuaraan nasional dan internasional.
Dalam acara tersebut juga akan ditayangkan cuplikan acara off-air KICK ANDY dalam rangka Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis PB Djarum di Kudus pada tgl. 2 Juli 2010.
febby angguni dari petinju menjadi pebulutangkis
00.53Dukungan dari orang tua merupakan modal berharga bagi seorang atlet. Demikian halnya dengan pebulutangkis Febby Angguni yang selalu mendapat dukungan orang tuanya. “Tadinya Febby mau saya suruh jadi petinju. Saya ini pengurus organisasi tinju di kota Bandung,” cerita Tony yang merupakan ayah dari Febby. “Panggilan hati Febby ternyata di bulutangkis. Kami mendukung sepenuhnya pilihan tersebut,” lanjut sang Ayah. Kisah itu terungkap saat rekaman acara Kick Andy yang akan ditayangkan tanggal 24 September mendatang. Sang ayah lah yang mengantar Febby untuk masuk sebuah klub di Surabaya.
Bagaimana dengan ibunya? Lebih menarik lagi ternyata ibunya hampir melahirkan di GOR hanya karena ingin menonton pertandingan Febby. Cerita bermula ketika ibunya Febby sudah memasuki usia kehamilan 9 bulan. Febby sudah melarang ibunya untuk menonton sebuah turnamen yang berlangsung di Tegal. Namun Febby kaget saat babak perempat final, sang ibu ada dibarisan penonton bersama ayahnya. Besok malamnya saat semi final, Febby hanya melihat ayahnya saja di tribun yang membuat Febby heran. Seusai memenangkan partai semi final, Febby diberitahu bahwa ibunya sudah mengalami ketuban pecah dan dibawah ke rumah sakit. Sang ibu yang bernama Murni tersebut akhirnya memberikan adik buat Febby pada subuh harinya. Dengan tekad memberikan kado buat adik baru, kemudian Febby memenangkan partai final dan meraih gelar juara. Demikianlah bagaimana besarnya dukungan ayah dan ibu buat seorang Febby.
Ketika sang host, Andy F Noya menanyakan rencananya setetlah pensiun, dengan tegas Febby menjawab :”Ingin menjadi penyanyi dangdut.” Selepas acara, Febby memamerkan kebolehannya bernyanyi dan berjoget dangdut dengan ditemani rekannya Ana Rovita. Febby pun membawakan lagu Keong Racun dan kucing garong. Namun sebenarnya pemain yang mengidolakan Susi Susanti dan Taufik Hidayat ini ingin menjadi pelatih dan punya klub serta gedung bulutangkis sendiri seusai gantung raket nanti. Sebelum mewujudkan mimpinya setelah pensiun tentu Febby punya mimpi untuk menjadi juara dunia dan olimpiade. Semoga berhasil Febby.
lilyana natsir menyimpan asa terpendam
00.52Rencana penayangan acara Kick Andy yang menampilkan Fran Kurniawan, Fernando Kurniawan dan Febby Angguni tanggal 24 September mendatang, membuat saya teringat penampilan para juara dunia pada acara yang sama tiga tahun silam. Ketika itu pasangan pebulutangkis Nova Widianto/Lilyana Natsir dan Markis Kido/Hendra Setiawan yang tampil sebagai bintang tamu, baru saja merebut tahta pada kejuaraan dunia tahun 2007. Untuk mengingat kembali kenangan tersebut, saya membuka kembali file video rekamannya. Salah satu perbincangan yang menarik, ketika Andy F Noya mewawancarai Lilyana Natsir.
Perbincangan dimulai dengan pertanyaan tentang motivasi butet –panggilan akrab Lilyana- dalam kejuaraan dunia yang berlangsung di Kuala Lumpur tersebut. “Dari awal tahun 2006 kami (bersama nova) sempat drop setelah tahun 2005 meraih juara dunia. Kami belajar dari pengalaman kekalahan-kekalahan tersebut. Walaupun ditargetkan juara tapi kami tidak boleh terbebani dalam pertandingan,” ungkap Butet. Butet dan Nova bermain sebaik mungkin dan mengeluarkan segala kemampuannya. Hasilnya mereka menjadi juara dunia setelah mengalahkan pasangan kuat asal China, Zheng Bo/Gao Ling.
Butet memulai karir di bulutangkis bermula dari hobi meskipun bapaknya menekuni olahraga basket. Butet memang sangat menyenangi semua olahraga yang kebetulan dirinya lahir di hari olahraga nasional (Haornas) tanggal 9 September 1985 di Manado. Namun sedikit berbeda dengan olahraga lainnya, Butet tidak sekedar hobi berbulutangkis tapi berkeinginan mendalaminya sampai akhirnya menjadi pemain top dunia. Keluarga Butet juga sempat mengingatkan tentang masa depannya di bulutangkis tetapi saat itu Butet yakin meraih masa depannya seperti sekarang. Keyakinan tersebut membuat Butet memutuskan belajar dibangku sekolah hanya sampai SD (Sekolah Dasar).
Saat diwawancara Andy Noya, Butet mengungkapkan tekadnya untuk menjadi juara Olimpiade. Sayang setahun kemudian di Beijing tahun 2008, Nova/Butet harus puas dengan gelar runner-up setelah dikalahkan pasangan Korea, Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung. Kesempatan bagi Butet sebenarnya masih terbuka pada Olimpiade tahun 2012. PBSI juga sedang memikirkan pasangan yang ideal bagi Butet untuk menggantikan posisi Nova. Beberapa waktu lalu Butet sukses menjadi juara Malaysia Open GPG bersama Devin Lahardi dan memenangkan Macau Open berduet dengan Tantowi Ahmad. Siapa pun pasangannya nanti semoga Butet mampu mewujudkan asa yang masih terpendam.
sejarah bulu tangkis
00.38
Bulutangkis atau badminton adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang berlawanan.
Mirip dengan tenis, bulutangkis dimainkan dengan pemain di satu sisi bertujuan memukul bola permainan ("kok" atau "shuttlecock") melewati net agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah ditentukan. Dia juga harus mencoba mencegah lawannya melakukan hal tersebut kepadanya.
Partai
Ada lima partai yang biasa dimainkan dalam bulutangkis. Mereka adalah:
1. Tunggal putra
2. Tunggal putri
3. Ganda putra
4. Ganda putri
5. Ganda campuran
Sejak 1 Februari 2006, seluruh partai memakai sistem "pemenang dua dari tiga set" (best of three) yang masing-masing diraih dengan mencapai 21 poin secara rally point.
Memainkan bulutangkis
Tiap pemain atau pasangan mengambil posisi pada kedua sisi jaring di atas wilayah persegi panjang yang ditandai di lantai sebagaimana diperlihatkan di diagram.
Tujuan permainan adalah untuk memukul sebuah kok menggunakan raket, melompati jaring ke wilayah di seputar batasan/aras tertanda sebelum pemain atau pasangan lawan bisa memukulnya balik. Untuk setiap kali ini berhasil dilakukan oleh regu yang menyervis, pemain atau pasangan penyervis (peladen) mencetak skor satu poin. Setelah memenangi satu poin, pemain yang sama menyervis kembali, dan terus menyervis sepanjang mereka terus mencetak poin. Apabila regu yang tak menyervis memenangkan reli ini, tiada poin dicetak oleh mereka tetapi ada pergantian penyervis. Dalam permainan ganda, seorang peladen memulai permainan, dan setelah kalah sebuah reli, servis berpindah ke regu lawan. Dari waktu itu ke depannya, kedua pemain pada seregu bergantian menyervis (meladen) sebelum servis kembali berpindah kepada lawan mereka. Pemain di sisi servis tangan kanan selalu memulai servis.
Wilayah servis
Gelanggang badminton
Tiap-tiap pemain menetapkan di antara dua wilayah servis. Ada wilayah servis untuk tunggal, yakni berlebar 5,18 meter dan panjangnya 13,40 meter. Areal servis untuk ganda berukuran 6,10 meter pada lebarnya dan 11,88 meter panjangnya. Wilayah servis dibagi dua belahan. Di tengah-tengah lapangan berdiri jaring/net, yakni 1,55 meter tingginya. Garis-garis servis pendek berentang 1,98 meter dari jaring. Kotak servis kiri dan kotak servis kanan dipisahkan oleh garis di tengahnya.
Perlengkapan
• Raket: Secara tradisional raket dibuat dari kayu. Kemudian aluminium atau logam ringan lainnya menjadi bahan yang dipilih. Kini, hampir semua raket bulutangkis profesional berkomposisikan komposit serat karbon (plastik bertulang grafit). Serat karbon memiliki kekuatan hebat terhadap perbandingan berat, kaku, dan memberi perpindahan energi kinetik yang hebat. Namun, sejumlah model rendahan masih menggunakan baja atau aluminium untuk sebagian atau keseluruhan raket.
• Kok: Kok adalah bola yang digunakan dalam olahraga bulutangkis, terbuat dari rangkaian bulu angsa yang disusun membentuk kerucut terbuka, dengan pangkal berbentuk setengah bola yang terbuat dari gabus. Dalam latihan atau pertandingan tidak resmi digunakan juga kok dari pelastik.
• Senar: Mungkin salah satu dari bagian yang paling diperhatikan dalam bulutangkis adalah senar nya. Jenis senar berbeda memiliki ciri-ciri tanggap berlainan. Keawetan secara umum bervariasi dengan kinerja. Kebanyakan senar berketebalan 21 ukuran dan diuntai dengan ketegangan 18 sampai 30+ lb. Kesukaan pribadi sang pemain memainkan peran yang kuat dalam seleksi senar.
• Sepatu: Karena percepatan sepanjang lapangan sangatlah penting, para pemain membutuhkan pegangan dengan lantai yang maksimal pada setiap saat. Sepatu bulutangkis membutuhkan sol karet untuk cengkraman yang baik, dinding sisi yang bertulang agar tahan lama selama tarik-menarik, dan teknologi penyebaran goncangan untuk melompat; bulutangkis mengakibatkan agak banyak stres (ketegangan) pada lutut dan pergelangan kaki.
• Net: Bulutangkis tidak akan pernah bisa berjalan tanpa perlengkapan yang satu ini. Net merupakan pembatas antara bidang permainan pemain yang satu dengan yang lain. Tinggi net kurang lebih 152 cm dan sama untuk semua jenis permainan, baik itu tunggal maupun ganda, putri maupun putra.
Sejarah
Olah raga yang dimainkan dengan kok dan raket, kemungkinan berkembang di Mesir kuno sekitar 2000 tahun lalu tetapi juga disebut-sebut di India dan Tiongkok.
Nenek moyang terdininya diperkirakan ialah sebuah permainan Tionghoa, Jianzi yang melibatkan penggunaan kok tetapi tanpa raket. Alih-alih, objeknya dimanipulasi dengan kaki. Objek/misi permainan ini adalah untuk menjaga kok agar tidak menyentuh tanah selama mungkin tanpa menggunakan tangan.
Di Inggris sejak zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan Shuttlecocks sangat populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer untuk menjadi nuansa harian di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah Punch mempublikasikan kartun untuk ini.
Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republik Rakyat China, dan Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi Asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat mereka.
Olah raga kompetitif bulutangkis diciptakan oleh petugas Tentara Britania di Pune, India pada abad ke-19 saat mereka menambahkan jaring/net dan memainkannya secara bersaingan. Oleh sebab kota Pune dikenal sebelumnya sebagai Poona, permainan tersebut juga dikenali sebagai Poona pada masa itu.
Para tentara membawa permainan itu kembali ke Inggris pada 1850-an. Olah raga ini mendapatkan namanya yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris, berjudul "Badminton Battledore - a new game" ("Battledore Bulutangkis - sebuah permainan baru"). Ini melukiskan permainan tersebut dimainkan di Gedung Badminton (Badminton House), estat Duke of Beaufort's di Gloucestershire, Inggris.
Rencengan peraturan yang pertama ditulis oleh Klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi Bulutangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional pertamanya berunjuk-gigi pertama kali pada 1899 dengan Kejuaraan All England.
Bulutangkis menjadi sebuah olah raga populer di dunia, terutama di wilayah Asia Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olah raga ini, dan di negara-negara Skandinavia.
International Badminton Federation (IBF) didirikan pada 1934 dan membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada, Selandia Baru, dan Prancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung sebagai afiliat pada 1936. Pada IBF Extraordinary General Meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah nama International Badminton Federation menjadi Badminton World Federation (BWF) diterima dengan suara bulat oleh seluruh 206 delegasi yang hadir.
Olah raga ini menjadi olah raga Olimpiade Musim Panas di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memperoleh masing-masing dua medali emas tahun itu.
Mirip dengan tenis, bulutangkis dimainkan dengan pemain di satu sisi bertujuan memukul bola permainan ("kok" atau "shuttlecock") melewati net agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah ditentukan. Dia juga harus mencoba mencegah lawannya melakukan hal tersebut kepadanya.
Partai
Ada lima partai yang biasa dimainkan dalam bulutangkis. Mereka adalah:
1. Tunggal putra
2. Tunggal putri
3. Ganda putra
4. Ganda putri
5. Ganda campuran
Sejak 1 Februari 2006, seluruh partai memakai sistem "pemenang dua dari tiga set" (best of three) yang masing-masing diraih dengan mencapai 21 poin secara rally point.
Memainkan bulutangkis
Tiap pemain atau pasangan mengambil posisi pada kedua sisi jaring di atas wilayah persegi panjang yang ditandai di lantai sebagaimana diperlihatkan di diagram.
Tujuan permainan adalah untuk memukul sebuah kok menggunakan raket, melompati jaring ke wilayah di seputar batasan/aras tertanda sebelum pemain atau pasangan lawan bisa memukulnya balik. Untuk setiap kali ini berhasil dilakukan oleh regu yang menyervis, pemain atau pasangan penyervis (peladen) mencetak skor satu poin. Setelah memenangi satu poin, pemain yang sama menyervis kembali, dan terus menyervis sepanjang mereka terus mencetak poin. Apabila regu yang tak menyervis memenangkan reli ini, tiada poin dicetak oleh mereka tetapi ada pergantian penyervis. Dalam permainan ganda, seorang peladen memulai permainan, dan setelah kalah sebuah reli, servis berpindah ke regu lawan. Dari waktu itu ke depannya, kedua pemain pada seregu bergantian menyervis (meladen) sebelum servis kembali berpindah kepada lawan mereka. Pemain di sisi servis tangan kanan selalu memulai servis.
Wilayah servis
Gelanggang badminton
Tiap-tiap pemain menetapkan di antara dua wilayah servis. Ada wilayah servis untuk tunggal, yakni berlebar 5,18 meter dan panjangnya 13,40 meter. Areal servis untuk ganda berukuran 6,10 meter pada lebarnya dan 11,88 meter panjangnya. Wilayah servis dibagi dua belahan. Di tengah-tengah lapangan berdiri jaring/net, yakni 1,55 meter tingginya. Garis-garis servis pendek berentang 1,98 meter dari jaring. Kotak servis kiri dan kotak servis kanan dipisahkan oleh garis di tengahnya.
Perlengkapan
• Raket: Secara tradisional raket dibuat dari kayu. Kemudian aluminium atau logam ringan lainnya menjadi bahan yang dipilih. Kini, hampir semua raket bulutangkis profesional berkomposisikan komposit serat karbon (plastik bertulang grafit). Serat karbon memiliki kekuatan hebat terhadap perbandingan berat, kaku, dan memberi perpindahan energi kinetik yang hebat. Namun, sejumlah model rendahan masih menggunakan baja atau aluminium untuk sebagian atau keseluruhan raket.
• Kok: Kok adalah bola yang digunakan dalam olahraga bulutangkis, terbuat dari rangkaian bulu angsa yang disusun membentuk kerucut terbuka, dengan pangkal berbentuk setengah bola yang terbuat dari gabus. Dalam latihan atau pertandingan tidak resmi digunakan juga kok dari pelastik.
• Senar: Mungkin salah satu dari bagian yang paling diperhatikan dalam bulutangkis adalah senar nya. Jenis senar berbeda memiliki ciri-ciri tanggap berlainan. Keawetan secara umum bervariasi dengan kinerja. Kebanyakan senar berketebalan 21 ukuran dan diuntai dengan ketegangan 18 sampai 30+ lb. Kesukaan pribadi sang pemain memainkan peran yang kuat dalam seleksi senar.
• Sepatu: Karena percepatan sepanjang lapangan sangatlah penting, para pemain membutuhkan pegangan dengan lantai yang maksimal pada setiap saat. Sepatu bulutangkis membutuhkan sol karet untuk cengkraman yang baik, dinding sisi yang bertulang agar tahan lama selama tarik-menarik, dan teknologi penyebaran goncangan untuk melompat; bulutangkis mengakibatkan agak banyak stres (ketegangan) pada lutut dan pergelangan kaki.
• Net: Bulutangkis tidak akan pernah bisa berjalan tanpa perlengkapan yang satu ini. Net merupakan pembatas antara bidang permainan pemain yang satu dengan yang lain. Tinggi net kurang lebih 152 cm dan sama untuk semua jenis permainan, baik itu tunggal maupun ganda, putri maupun putra.
Sejarah
Olah raga yang dimainkan dengan kok dan raket, kemungkinan berkembang di Mesir kuno sekitar 2000 tahun lalu tetapi juga disebut-sebut di India dan Tiongkok.
Nenek moyang terdininya diperkirakan ialah sebuah permainan Tionghoa, Jianzi yang melibatkan penggunaan kok tetapi tanpa raket. Alih-alih, objeknya dimanipulasi dengan kaki. Objek/misi permainan ini adalah untuk menjaga kok agar tidak menyentuh tanah selama mungkin tanpa menggunakan tangan.
Di Inggris sejak zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan Shuttlecocks sangat populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer untuk menjadi nuansa harian di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah Punch mempublikasikan kartun untuk ini.
Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republik Rakyat China, dan Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi Asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat mereka.
Olah raga kompetitif bulutangkis diciptakan oleh petugas Tentara Britania di Pune, India pada abad ke-19 saat mereka menambahkan jaring/net dan memainkannya secara bersaingan. Oleh sebab kota Pune dikenal sebelumnya sebagai Poona, permainan tersebut juga dikenali sebagai Poona pada masa itu.
Para tentara membawa permainan itu kembali ke Inggris pada 1850-an. Olah raga ini mendapatkan namanya yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris, berjudul "Badminton Battledore - a new game" ("Battledore Bulutangkis - sebuah permainan baru"). Ini melukiskan permainan tersebut dimainkan di Gedung Badminton (Badminton House), estat Duke of Beaufort's di Gloucestershire, Inggris.
Rencengan peraturan yang pertama ditulis oleh Klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi Bulutangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional pertamanya berunjuk-gigi pertama kali pada 1899 dengan Kejuaraan All England.
Bulutangkis menjadi sebuah olah raga populer di dunia, terutama di wilayah Asia Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olah raga ini, dan di negara-negara Skandinavia.
International Badminton Federation (IBF) didirikan pada 1934 dan membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada, Selandia Baru, dan Prancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung sebagai afiliat pada 1936. Pada IBF Extraordinary General Meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah nama International Badminton Federation menjadi Badminton World Federation (BWF) diterima dengan suara bulat oleh seluruh 206 delegasi yang hadir.
Olah raga ini menjadi olah raga Olimpiade Musim Panas di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memperoleh masing-masing dua medali emas tahun itu.
Langganan:
Postingan (Atom)